“Siapapun bisa marah, marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik, bukanlah hal mudah.”

Marah merupakan perasaan mendalam sebagai jawaban atas frustasi, sakit hati, kecewa atau terancam. Platt dalam Crossing the line: Anger vs. Rage, mengatakan  marah mempunyai keuntungan dan kerugian. Keuntungannya adalah menyambut rasa takut yang datang dari bahaya dan membangun percaya diri dalam merespon bahaya atau ancaman yang mendorong respon “lari atau lawan”. Sementara kemarahan besar, tantangannya adalah mematikan rasa dan kognisi. Ia mengatakan kalau kita gagal mengenali dan memahami tingkat kemarahan kita, dapat menimbulkan banyak masalah.  Kita dapat melihatnya, kemarahan memicu sakit jantung, kekambuhan asma, darah tinggi, dan banyak lagi

Pengaturan Otak

Otak adalah pengendali pikiran, perasaan dan perilaku manusia. Pemrosesan rasa takut terletak pada area emosi kita di otak, sistem limbik. Salah satu kluster bangunannya bernama amigdala.  Ia bekerja pada proses terjadinya marah, dipicu oleh kemarahan, dan memotivasi orang untuk bertindak. Amigdala menyiapkan diri kita untuk menghadapi setiap ancaman bahaya dan mendorong orang berespon “lari atau lawan”

Ketika seseorang marah, hipotalamus hipofisis di otak memerintahkan kelenjar diatas ginjal untuk melepaskan zat kimiawi bernama adrenalin dan noradrenalin. Keluarnya zat kimiawi ini membuat jantung berdegup keras dan tekanan darah meninggi, kecepatan pernafasanpun meningkat, dan mendorong pankreas  mengatur keseimbangan kadar gula di dalam darah, suhu tubuh naik, kulit berkeringat. Maksud kegiatan faali ini adalah bahwa tubuh dipersiapkan untuk ‘lari atau lawan’. Untuk lari diperlukan otot rangka yang kuat, maka ia perlu energi dari gula, aliran darah yang banyak, dan oksigen yang cukup. Untuk otot yang tidak bekerja ‘lari atau lawan’, yakni otot usus , ia diberi aliran darah minim.

Tanda Marah

Marah dapat mudah dikenali, sebab ia mengekspresikan melalui tubuh.  Tangan mengepal, tinju memukul benda, geraham mengatup kuat, debar jantung meningkat, kecepatan pernafasan naik, kalau diukur maka tekanan darah naik, nampaknya merupakan tanda yang mudah dikenali kalau seseorang sedang marah. Baik dikenali yang marah maupun yang dihadapannya. Ini juga kita alami saat diperlakukan tidak pada tempatnya, atau tidak sepadan, disakiti,  dan mungkin menghadapi problema tak terduga.  Menurut teori perilaku kognitif, marah mempunyai atribut beberapa faktor yakni : pengalaman masa lalu, perilaku yang dipelajari, predisposisi genetik, kurang ketrampilan mencari solusi bagi masalah yang dihadapi.

Perilaku marah berbeda dari satu orang ke orang lainnya, sesuai dengan atribut yang dimilikinya. Kerentanan terhadap picuan marah juga sangat individual. Beberapa orang dapat dengan mudah marah, beberapa orang lainnya lebih mudah mengendalikan diri saat marah.

Kita adalah makhluk peniru dalam proses pembelajaran sikap perilaku, termasuk meniru cara marah, hal yang perlu direspon dengan marah. Jika dibesarkan dalam rumah yang sensitif marah dan ekspresi marahnya kuat, maka sangat mungkin akan menjadi demikian juga dikemudian hari, dan lahirlah bully. Bullying adalah perilaku aggresif berulang yang disengaja untuk melukai hati orang  atau fisik/psikologik orang lain. Para pelaku bully  marah dengan cara sangat kuat, agresif, bertindak abusive , karena dengan cara demikian ia merasa punya kuasa atas orang lainnya.  Begitu ia membully seseorang, dan orang yang dibullynya ketakutan/sedih/sakit hati maka ia akan merasa makin kuat kekuasaannya atas orang tsb. Sedihnya, korban bully juga meniru cara yang sama untuk menunjukkan daya dirinya. Bully dapat terjadi pada anak atau dewasa, dalam situasi rumah, sekolah maupun tempat kerja.

Dari mana asal sumber marah?

Marah bisa bersumber dari luar diri, dapat juga dari dalam diri. Marah yang bersumber dari dalam diri berakar dari persepsi irasional atas realita,  dan ambang frustasi yang rendah. Secara psikologik ada 4 tipe pikiran yang merupakan sumber kemarahan internal

  • Alasan emosional: mereka yang emosinya mudah dibangkitkan, seringkali salah menafsirkan situasi atau kejadian yang ditampilkan sehingga langsung meresponnya sebagai ancaman atas hambatan kebutuhan mencapai goalnya. Mereka yang emosional sangat mudah tersinggung atas kejadian apapun yang dikatakan orang. Ia menganggap dirinya diserang.
  • Toleransi frustasi yang rendah: suatu saat memang kita pernah mengalami level frustasi kita yang rendah, terutama karena sakit, lelah, kurang tidur, lapar, stres, cemas dan gangguan jiwa. Pada saat situasi demikian maka kita akan cepat marah.
  • Harapan yang tak masuk akal: kadang orang menuntut hal yang diluar jangkauan dan tak sesuai situasi yang nyata. Karena jauh panggang dari api, maka hampir dipastikan tak mungkin dapat dicapai. Bagi mereka yang kebetulan level toleransinya rendah, akan cepat frustasi dan marah.
  • Menyepelekan orang: saat orang dianggap sepele, tidak berkualitas, maka picuan marah akan lebih mudah meletup

Sementara sumber kemarahan dari luar dapat berasal dari  empat peristiwa

  • Diserang dengan kekerasan verbal.
  • Ide dan opini yang tidak dihargai.
  • Ancaman terhadap kebutuhan dasar – pekerjaan/nafkah, keluarga, kehidupan, dsb.

Berbagai situasi diluar tubuh dan lingkungan dapat menyebabkan turunnya ambang frustasi. Jika situasi di dalam diri dan di luar diri bersama-sama memicu kemarahan maka bentuk kemarahan dapat sangat besar dampaknya bagi diri dan lingkungan.

Dampak Marah di Otak

Otak memroses setiap kejadian dalam diri dan yang dimasukkan ke tubuh melalui indera. Ketika ada ancaman terhadap diri, berjuta sel syaraf teraktivasi dengan meminta hipotalamus memberi isyarat kepada hipofise utntuk mendorong kelenjar supra renal di atas ginjal mengeluarkan adrenalin dan noradrenalin. Zat kimiawi ini akan ikut aliran darah dan direspon oleh jantung dengan berdegup keras, oleh paru-paru dengan meningkatkan kecepatan pernafasan, oleh pankreas dengan menyemburkanlebih banyak glukosa, oleh otot rangka dengan bekerja ekstra, oleh otot polos sistem cerna dengan menurunkan suplai darah, oleh otot polos pembuluh darah dengan menaikkan tekanan darah.  Amigdala merupakan bagian otak yang mendorong proses kemarahan ini.

Ekspresi marah dapat dengan pasif, yaitu diam, merengut, bermuka masam  atau dapat juga aktif, misal dengan berbicara kasar, mengomel, bertindak kasar, memukul dsb.

Amigdala adalah radar bagi diri manusia. Radar ini peka terhadap ancaman, dan tanggapannya sangat cepat. Dengan demikian manusia dapat bertahan hidup dalam situasi dan kondisi yang selalu berubah. Ketika amigdala menangkap ada ancaman segera ia mengirimkan sinyal ke hipotalamus, dan hipotalamus melanjutkan perintah neurokimia ini ke hipofisis atau pituitari. Dengan sigap pituitari mengirimkan zat kimiawi ini ke kelenjar supra renalis di atas ginjal yang mengeluarkan adrenalin dan noradrenalin sebagai tanggapan penyelamatan diri ‘lari atau lawan’ .

Masalah akan timbul jika ancaman tadi disambut secara emosional, atau orang dengan level toleransi stres rendah, maka terjadilah kemarahan pasif atau aktif yang bersifat individual. Kemarahan tanpa kendali berakibat besar bagi individu, sebab seringkali kemudian hari menimbulkan penyesalan, memalukan dan bahkan tak terampuni. Karena itu otak sebenarnya mempunyai bangunan yang berfungsi sebagai dewan pertimbangan, yakni menimbang bagaimana reaksi harus dipresentasikan.

Dalam hal ini sinyal diteruskan ke talamus untuk meningkatkan sinyal dan diteruskan ke otak bagian depan, yakni otak berpikir, disebut korteks prefrontal. Bagian otak ini menghubungkan diri dengan pusat-pusat  memori dan menanyakan informasi pengalaman yang pernah ada. Informasi yang datang dari berbagai memori dipertimbangkan dengan nilai moral, etika, sebab akibat, budaya, agama. Melalui pertimbangan ini diputuskan tampilan kemarahan.

Tampilannya dapat berupa perkataan bijak, terlihat sabar dan tenang, dan mencari solusi dari hal yang patut menimbulkan kemarahan. Tampilannya juga dapat sebaliknya, menampilkan kemarahan agresif, namun dengan cara-cara yang lebih aman, misalnya menangkap orang yang membuat kerusuhan dan mengamankannya.

Dalam hal demikian zat neurokimiawi otak serotonin yang rumahnya juga pada sistem limbik dipanggil untuk menenangkan kemarahan dan menurunkan agresivitas. Ahli mengatakan bahwa mereka yang mudah tersulut amarah tanpa pandang bulu adalah mereka yang kadar serotoninnya rendah.  Menurut  Dr. Sietse de Boer dari Universitas Groningen, dalam  Society for Neuroscience, 2007, “ defisisensi serotonin berkaitan dengan keadaan patologik, agresif disalurkan dengan kekerasan. Dalam hal ini bukan agresifitas normal pada binatang dan manusia yang digunakan untuk adaptasi bertahan hidup”.

Mengelola Marah

Marah tak selamanya merugikan. Ia dapat disalurkan menjadi keberuntungan, karena itu ia harus disalurkan energinya ke otak bagian depan, dengan cara:

  • Bernafaslah panjang saat kemarahan datang
  • Beralihlah ke tempat yang lebih tenang
  • Pahami apa yang membuat marah
  • Kendalikan marah
  • Ekspresikan hati-hati secara asertif

Dapat juga bahan marah tadi dialihkan ke pusat emosi tertawa. Jadikan bahan kemarahan menjadi bahan humor. Pelajari ketika para komedian diolok-olok yang seharusnya direspon marah menjadi respon bahan tertawaan bagi dirinya sendiri dan penonton.

Tertawa adalah obat terbaik

 

Sumber:

La Velle Hendricks dkk, The Effects of Anger on the Brain and Body, NATIONAL FORUM JOURNAL OF COUNSELING AND ADDICTION VOLUME 2, NUMBER 1, 2013

Platt, J. (2005). Crossing the line: Anger vs. rage. Diunduh dari http://www.dartmouth.edu/~hrs/pdfs/anger.pdf