Usai Ibada 1 Desember 2018, Foto Bersama Aktivis KNPB dan PRD Wilayah Timika, dihalaman Kantor (Dok. WP)
WipaNews, TIMIKA– Memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Negara West Papua yang Ke-57, Hari bersejarah sersebut, Komite Nasonal Papua Barat, mediasi rakyat Papua yang peduli papua merdeka, bersama dengan Parlemen Rakat Daerah (PRD) menggelar Ibadah dan doa bersama, sabtu, (01/12) di Bendungan Jln Freeport Lama. Timika, Papua.

Pesan tertulis yang disampaikan Abihut Degei, selaku Ketua PRD, pada media ini, bahwa walaupun dibawah tekanan dari TNI-Polri kami sudah melakukan Ibadah dan doa untuk ber-Syukur bagimu Allah, Alam, Moyang, Leluhur dan Tulang belulang serta seluruh Bumi isi bumi yang bernafas maupun tak bernafas, Kami menaikan ucapan syukur penyertaan dan tuntunan Tuhan dalam perjuangan Papua selama 57 Tahun.

Dia mengapresiasi kepada pengurus KNPB dan PRD Timika, sampai saat ini masih aktif memperjuangkan nilai-nilai kebenaran di Tanah ini, pekerjaan mulia yang mempunyai Jabatan terhormat dan gaji abadi.

“Saya juga mengajak kepada semua aktivis bahwa kita kembali mengali identitas kita asal-usul Marga, dan perlu kembangkan sejarah Margamu, keluargamu lebih lagi yaitu sejarah Papua. karena kita saat ini seolah anak ayam yang tak tau siapa induk milikku dan dimana indukku berada,”Ujar Abihut.

Orang Papua harus bangkitkan semangat roh perjuangan yang lahir pada awal berdirinya Negara Papua sejak 1961. karena perjuangan orang tua, harus diteruskan ke generasi sekarang, dengan takut akan Tuhan, Maka pasti bisa.

Sementara itu juga Ketua I KNPB, Yanto Awerkion, menghimbau “Jangan pernah mengharapkan kemerdekaan Papua akan datang dari luar negri seperti (Amerika, Eropa, dan Belanda), tapi jika rakyat bersatu takut Tuhan pasti kemerdekaan akan tercipta dalam Negeri Papua.

“Sehingga orang papua persiapkanlah diri, keluarga, Marga, Suku, untuk tetap berada dalam satu komando KNPB demi, merebut kembali hak hak kami yang sudah dan sedang di kelabui demi kepentingan Kapitalis asing dan Indonesia di Tanah Papua, "Ungkapnya.

Yanto juga, menceritakan kondisi saat ini, militer (TNI-Polri) menjadi alat negara Indonesia yang paling ampuh untuk menghalau gejolak perlawanan Rakyat Papua yang menghendaki kemerdekaan sepenuhnya dari Indonesia.

Berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap Rakyat Papua terjadi akibat kebrutalan militer Indonesia. dia juga menjelaskan berbagai aksi brutal militer Indonesia terus berlanjut. Pada dekade 1980an hingga1990an, tepatnya 26 April 1984, terjadi pembunuhan terhadap tokoh nasionalis Papua, Arnold Clemens Ap.

Kemudian pembunuhan terhadap DR. Thomas Wanggai pada 13 Maret 1996. Pada 10 November 2001 terjadi pembunuhan oleh pasukan khusus Tentara Nasional Indonesia (Kopassus) terhadap Ketua Dewan Presidium Papua (DPP) Theys Hiyo Eluay.

Pada 14 Juni 2012 terjadi penembakan kilat terhadap Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Mako Tabuni. Selain itu, terjadi jug penangkapan terhadap aktivis KNPB Wamena dan penembakan kilat terhadap Kordinator Komisariat Militan KNPB Pusat Hubertus Mabel pada tanggal 16 Desember 2012 di Wamena.

Pada tanggal 8 Desember 2014 terjadi pembunuhan luar biasa, yang masuk kategori pelanggaran HAM berat, di paniai oleh TNI-Polri yang mengakibatkan 22 orang masyarakat sipil, di antaranya 4 Orang siswa SMA, meninggal dunia, dan 17 lainya luka-luka kritis.

Kemudian, kisru di Dogiai yang terjadi pada pertengahan November 2916 sampai 24 Januari 2017, yang berawal dari Sweeping yang berlebihan oleh TNI-Polri, mengakibatkan 2 orang Pemuda meninggal dunia dan belasan lainnya luka-luka kritis.

Masih banyak lagi berbagai kasus kejahatan terhadap kemanusian yang dilakukan militer Indonesia terhadap Rakyat Papua lainnya yang tidak terhitung jumlahnya. Pembunuhan di sana-sini dan dari waktu ke waktu di Papua, membenarkan kehadiran Indonesia di Papua hanya bertujuan untuk menguasai dan menjajah, bukan untuk membangun Rakyat Papua.

lanjut Yanto, Pada tanggal 05 April 1961 Orang – orang papua terpilih dari lembaga politik bangsa Nieuw Guinea Raad (Dewan New Guinea) menjadi anggota parlemen pertama orang papua dan bertanggung jawab untuk merancang dan melaksanakan kemerdekaan penuh.

Pada tanggal 19 Oktober 1961 Nieuw Guinea Raad mengadakan konggres Nasional I Papua yang menetapkan symbol – symbol bagi Negara Papua barat,Lagu Kembangsaan Papua “Hai Tanah Ku Papua”, Bendera Nasional Papua barat “Bintang Kejora” dan Memutuskan Nama Official Negara Menjadi “West Papua”

“juga memutuskan bahwa 1 Desember 1961 sebagai hari Nasional bangsa papua. Dan melengkapi berbagai Atribut Negara papua barat lainya,” tandas Yanto.

dia lagi, dengan dasar Konggres Nasional I Papua, Pemerintah Kerjaan Belanda Menerbitkan “Governmentsblad van Nederland Nieuw Guinea tahun 1961 tanggal 18 November 1961 Nomor 68 mengenai bendera Negara berdasarkan nomor register 362 dan 366 tentang bendera dan Governmentsblad van Nederland Nieuw Guinea tahun 1961 nomor 69 mengenai lagu kebangsaan Negri.

(WP/AG)

Sumber: https://wipanews.com/memberingati-hut-negara-papua-knpb-dan-prd-timika-gelar-ibadah/?fbclid=IwAR1w7868TwNJqhXYQt7Dje29vozDLArIZfXnlXmMDmShsGSM_eT2NOFo9XA