Pengurus FPHS Tsingwarop. Berkomitmen akan memperjuangkan pemilik hak ulayat. Doc.KM
TIMIKA, KABARMAPEGAA.COM-- Forum Pemilik Hak Sulung Tsinga, Waa-Banti, dan Aroanop (FPHS Tsingwarop) berkomitmen dan bertekad akan memperjuangkan dan membela pemilik hak ulayat, untuk mendapatkan posisi yang selayaknya dalam pengelolaan tambang PT Freeport Indonesia (PTFI).
Demikian kata, Sekretaris I FPHS Tsingwarop, Yohan Zonggonau, rabu (09/01), kepada kabarmapegaa.com, melalui press release, dia mengatakan, apa yang dilakukan FPHS ini banyak mendapatkan sorotan, baik positif maupun negatif. 
Namun perjuangan ini memberikan pencerahan kepada Freeport, Pemerintah, PT Inalum, serta masyarakat bahwa itikad baik apabila ditempat pada posisinya, maka akan menjadi indah. FPHS ada untuk mengangkat semua hal yang bertentangan dengan aturan dan tidak ingin mengganggu kelompok manapun. Seperti Freeport yang awalnya mengawal untuk membuat kajian pemilik hak ulayat, dan itu sudah dilakukan. 
"Sekarang ini, Freeport tidak hadir memberikan pencerahan, karena ada peryataan tidak boleh demo dan lainnya, "ujar Yohan.
Yohan lagi,  Disini kami tekankan kepada Freeport untuk tidak memberikan peryataan yang keliru. Dan seharusnya mengikuti dari awal, apa yang melatarbelakangi pendirian FPHS ini. Yohan menginginkan, FPHS sudah berjuang untuk mendapatkan rekomendasi dan legalitas, berbeda dengan lembaga lain. Karenanya Freeport jangan membuat peryataan yang bisa memperkeruh suasana. Karena perjuangan kita untuk melindungi daerah ini.
“FPHS  akan menaungi semua masyarakat adat yang ada. Khususnya Kamoro, karena merupakan bagian dari FPHS, walaupun sampai sekarang belum terlibat dalam perjuangan FPHS,”Ungkapnya.
Lanjut Yohan, sebenarnya saat ini pihaknya belum berbicara mengenai Freeport, karena masih menyangkut masalah skema pembagian saham dari pemerintah. Namun karena sudah ada peryataan juru bicara Freeport, maka harus bertanggungjawab terhadap hal tersebut. Dalam arti, saham 49 persen yang dimiliki Freeport, berapa persen yang diberikan kepada pemilik hak ulayat, sebagai itikad baik.
Karena yang berhak melakukan pengelolaan adalah FPHS yang telah memiliki legalitas lengkap, bukan lembaga adat lain. Sehingga Freeport harus memahami hal tersebut. Khususnya pada penderitaan yang dialami pemilik hak ulayat selama 51 tahun.
Jadi Freeport jangan ketakutan saat kita mulai bersuara. Dan apabila pemilik hak ulayat ini diperhatikan dari awal, maka hal ini tidak akan terjadi. dia mengingatkan, keputusan dari provinsi, kami sudah dapat 4 persen. Dan apa yang kami lakukan ini berdasarkan hukum yang ada, mulai adat, agama, UUD 1945, Pancasila, UU minerba, dan Konvensi ILO 169, "ungkapnya
Sementara Ketua FPHS Tsingwarop, Yafet Manga Beanal mengatakan, kita meminta kepada Freeport untuk tidak melakukan intervensi dengan mengeluarkan peryataan-peryataan. Karena mereka (Freeport) tidak memiliki itikad baik selama 51 tahun terhadap pemilik hak ulayat. 
Namun, karena, Freeport sudah bersuara, maka kita meminta 5 persen dari 49 persen bagian Freeport. Sehingga FPHS dapat 9 persen. Ini agar bisa diberikan kepada pihak-pihak lainnya, khususnya Kamoro.
“Secara adat saya adalah panglima perang. Dan saya tidak takut siapapun, kecuali Tuhan. Karena tambang emas itu milik saya, dan apa yang kami lakukan berdasarkan hukum,”katanya.
Yafet menambahkan, menyangkut demo yang tertunda kemarin. Alasan karena dirinya panglima perang, maka secara adat hal itu tidak bisa dilakukan. Karena masyarakat sedang berduka, sehingga tidak bisa dilakukan. Selain itu masih menghargai negara, karena presiden datang ke Papua.
“Penundaan ini bukan karena tidak melakukan tutup Freeport tapi tetap dilakukan. Dan kapan itu dilakukan, melihat situasi yang ada,”katanya.
Sementara untuk masalah gugatan, hal itu sudah dipikirkan dan kalau melakukan gugatan, hal itu dilakukan di pengadilan internasional berdasarkan konvensi ILO 169 dan UU minerba. Jadi bukan mengajukan ke pengadilan
“Suatu saat kita akan menggugat negara Indonesia dan Amerika ke pengadilan internasional,”tuturnya.
Sedangkan Sekretaris II FPHS, Elfinus Jangkup Omaleng menambahkan, satu hal yang perlu diperhatikan oleh pimpinan negara ini adalah masalah hak ulayat sangat sensitif. Dan masalah ini sebenarnya sudah disampaikan pada saat diundang Kementerian ESDM.
Dimana kita sudah sampaikan kalau tidak dilibatkan, maka akan tutup tambang dan ajukan ke pengadilan abritase.  “Kami sudah lobi ke pengadilan internasional, dan kami akan tetap tutup tambang kalau masih diberikan kepada lembaga adat lainnya,”tegasnya.
Dia menambahkan FPHS TSingwarop adalah bagian dari warga Negara Indonesia yang taat hukum sehingga siapapun itu Freeport, Inalum (pemerintah), FPHS serta pihak pihak yang perlu dilibatkan pada porsi yg sama sesuai UU dan aturan yang berlaku, sampai  transaksi bisnis sekelas Freeport harus berjalan legal.

Pewarta: Andy Ogobay/KM